Gamebro Dunia teknologi kecerdasan buatan kembali diguncang. Platform AI pencipta gambar populer, Midjourney, kini menghadapi tuntutan hukum serius dari dua raksasa hiburan global: The Walt Disney Company dan Universal Pictures. Gugatan ini memicu perdebatan baru mengenai batasan legalitas dalam pemanfaatan AI untuk konten visual.
Tuduhan Pelanggaran Hak Cipta
Gugatan yang dilayangkan pada 11 Juni 2025 ini menyoroti penggunaan citra-citra ikonik dari karakter milik Disney dan Universal yang dihasilkan oleh Midjourney melalui perintah teks (prompt) pengguna. Karakter seperti Iron Man, Darth Vader, hingga Kung Fu Panda disebut menjadi bukti bahwa Midjourney telah melanggar hak cipta intelektual dengan membuat versi tiruan tanpa izin.
Dalam dokumen sepanjang 110 halaman, kedua perusahaan menyebut Midjourney sebagai entitas “penumpang gelap” yang memanfaatkan hasil karya pihak lain demi keuntungan tanpa memberikan kontribusi apapun kepada pembuat asli. Ini menandakan adanya kekhawatiran mendalam dari industri kreatif terhadap dampak buruk teknologi AI bila tidak diatur secara ketat.
Pernyataan Tegas dari NBCUniversal
Kim Harris, penasihat umum dari NBCUniversal, menyebut bahwa praktik yang dilakukan oleh Midjourney termasuk dalam bentuk pencurian digital.
“Meskipun berupa teknologi, mengambil karya kreatif tanpa izin tetaplah pencurian. Kreativitas adalah jantung bisnis kami, dan kami akan mempertahankannya,” ujar Kim Harris dalam pernyataan resmi.
Disney pun mendukung penuh langkah hukum ini sebagai bentuk perlindungan terhadap warisan intelektual mereka yang telah dibangun selama puluhan tahun.
Bukan Pertama Kalinya Midjourney Disorot
Gugatan dari Disney dan Universal bukanlah kali pertama Midjourney tersandung isu hukum. Sebelumnya, pada tahun 2024, sejumlah ilustrator independen menuntut platform tersebut karena menduga gaya dan karya mereka digunakan secara diam-diam sebagai bagian dari data training algoritma AI Midjourney.
Para seniman menyuarakan keresahan atas “pencurian gaya artistik” yang dilakukan secara otomatis oleh mesin AI. Mereka menekankan bahwa penggunaan karya tanpa izin meskipun untuk keperluan pembelajaran mesin harus tetap mendapatkan persetujuan atau royalti yang layak.
Kasus kontroversial lainnya datang dari tahun 2022, saat Jason Allen, seorang pengguna Midjourney, memenangkan lomba seni digital di Colorado menggunakan gambar buatan AI. Kemenangan itu memicu perdebatan luas di komunitas seniman tentang batasan antara kreativitas manusia dan kecanggihan mesin.
Tantangan Etika dan Regulasi AI Visual
Isu ini mempertegas perlunya regulasi ketat dalam pemanfaatan AI untuk menciptakan karya seni. Sementara teknologi terus berkembang, batas legal dan etika sering kali tertinggal. Kasus Midjourney menunjukkan bahwa AI kini tak hanya menjadi alat bantu, tetapi juga dapat menimbulkan ancaman nyata terhadap pelaku industri kreatif jika digunakan sembarangan.
Beberapa pihak menyarankan perlunya kerja sama antara pengembang AI, seniman, dan pemerintah dalam menyusun kode etik serta kerangka hukum yang melindungi semua pihak.
Apa Dampaknya bagi Pengguna AI?
Bagi pengguna AI seperti Midjourney, kejadian ini menjadi pengingat penting bahwa kebebasan membuat gambar dari teks tidak berarti bebas dari tanggung jawab hukum. Pengguna perlu memahami risiko hukum jika menggunakan prompt yang berkaitan dengan properti intelektual milik perusahaan besar.
Sebagai bentuk antisipasi, sejumlah kreator kini mulai beralih menggunakan AI yang sepenuhnya berbasis data bebas lisensi atau membuat gambar dengan gaya orisinal mereka sendiri untuk menghindari konflik.